slide show

Foto saya
Merupakan organisasi berbadan hukum yang bergerak dalam bidang pelayanan kesejahteraan sosial bagi para Lanjut Usia agar dapat terpenuhi kebutuhan hidup baik jasmani, rohani dan sosial. Sehingga lansia dapat menikmati hari tua dengan ketentraman lahir dan batin. Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) “ Budi Pertiwi” berdiri pada tanggal 19 November 1948 dengan akta notaris No.23 tanggal 14 Juni 2006, tugas pokok dari PSTW “Budi Pertiwi” adalah memberikan pelayanan, bimbingan keagamaan, keterampilan serta pelayanan bimbingan dalam bentuk fisik, mental, sosial.

SEJARAH SINGKAT

SEJARAH SINGKAT

Pada 19 Desember 1947 di Kota Bandung berdiri Perkumpulan Budi Istri yang memiliki motto: “Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh” dengan kegiatannya yaitu membantu perjuangan pemuda-pemuda, antara lain:
1).Menengok pemuda-pemuda yang ditahan oleh kolonial Belanda di Kebon Waru.
2).Mengumpulkan obat-obatan untuk dikirim kepada tentara garis depan.
3).Bekerjasama dengan PMI mendirikan dapur umum untuk memberi makanan kepada rakyat yang kelaparan.
Selain kegiatan tersebut “Budi Istri” sangat menaruh perhatian terhadap nasib nenek-nenek “jompo” dengan mendirikan sebuah “Panti Jompo“ pada tanggal 19 November 1948. Pada tahun itu banyak nenek-nenek jompo yang bergelandang tidak mempunyai tempat tinggal dan nenek-nenek tanpa keluarga setelah ditinggal suami serta anak-anaknya pada masa revolusi. Melalui kerjasama dengan PMI “Budi Istri” merawat kurang lebih 30 orang nenek-nenek jompo dengan ditempatkan di sebuah rumah kosong yang ditinggalkan pemiliknya mengungsi, rumah tersebut terletak di Jalan Lengkong Besar Bandung, karena rumah tersebut diminta kembali oleh pemiliknya maka pengurus “Budi Istri” menghadap Menteri Sosial di Jakarta untuk memohon bantuan gedung agar penyantunan nenek-nenek jompo dapat terus berlanjut, Alhamdulillah pada tahun 1950 Departemen Sosial Republik Indonesia membuatkan gedung permanen diatas tanah seluas 1900 M2 yang terletak di Jalan Sancang No.2 Bandung, dan setelah gedung yang berkapasitas 45 orang tersebut selesai maka nenek-nenek tersebut menempati gedung baru, pada bulan Juli 1957 Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno berkenan hadir di Panti Jompo dan sekaligus memberi nama: Panti Sosial Tresna Werdha Budi Pertiwi.
VISI
Lansia yang senantiasa beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, sehat jasmani, rohani, bahagia dan sejahtera.
MISI
Dengan penuh kasih sayang mengantarkan dan membimbing para lanjut usia menuju khusnul khotimah.

Sabtu, 31 Juli 2010

KEBERSAMAAN DI USIA SENJA
Jum'at, 11 September 2009 , 21:02:00
BERKUMPUL bersama anak dan cucu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi para orang tua ketika usia senja mendekat, terlebih saat bulan Ramadan seperti ini. Menjalankan ibadah puasa di tengah keluarga tercinta akan memberi makna tertentu dan memperkaya pengalaman batin. Namun bagi keempat puluh penghuni Panti Sosial Tresna Wredha Budi Pertiwi, berkumpul bersama teman sebaya juga membahagiakan.
Para orang tua ini bukannya tidak ingin berpuasa bersama keluarga, tetapi mereka memang lebih memilih untuk tinggal di panti. Alasan mereka karena di panti banyak kegiatan dan tidak merasa tua. Walaupun usia sudah sepuh tetapi mereka tetap memiliki semangat tinggi ingin menjalani Ramadan dengan rangkaian amal ibadah.
Salah seorang penghuni panti, Ny. Wahyu (75) menuturkan, Ramadan kali ini adalah pengalaman pertamanya berpuasa di panti. Tak ada sedih karena harus berpisah dari tujuh anaknya, Ny. Wahyu malah senang bisa beribadah di panti. Dimulai dari sahur bersama, kemudian tadarus, membaca selawat nabi, bermain angklung, menghafal 99 asmaul husna, buka puasa bersama, dan ditutup dengan tarawih berjemaah di musala panti.
"Semua kegiatan ini kami kerjakan setiap hari, kecuali bermain angklung, itu hanya setiap Kamis. Kalau sore, sambil menunggu bedug Magrib, kami ngobrol-ngobrol, biasanya ngomongin cucu atau penyakit yang lagi dirasa," ungkap Ny. Wahyu, saat ditemui di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Pertiwi, Jln. Sancang No. 3 Kota Bandung, Kamis (10/9).
Untuk Lebaran nanti, Ny. Wahyu berencana untuk tetap tinggal di panti. Menurut dia, anak-anaknya yang saat ini tinggal terpencar akan mendatanginya. Lagipula suasana panti akan tetap ramai saat Lebaran nanti karena banyak juga yang merayakan hari raya tersebut di sana.
Seorang penghuni panti yang sudah lima kali Lebaran di sana, Ny. Mumun (73) menceritakan, kendati tak bersama keluarga namun suasana Lebaran di panti tak kalah meriah. Seusai menunaikan salat Idulfitri dan bersilaturahmi, biasanya para penghuni panti makan bersama. Tak lupa, menu ketupat dan opor ayam pasti tersaji di atas meja makan.
Ny. Mumun mengaku betah tinggal di panti. Enam anaknya tinggal jauh darinya, yaitu di Kalimantan dan Australia. Jadi, kalau Lebaran anak-anak yang mendatanginya. "Walaupun betah tinggal di panti, suka kangen juga sama anak dan cucu. Untung sekarang ada telefon, jadi gampang kalau mau mengobrol atau tanya kabar," kata nenek dari lima belas cucu ini.
Lain lagi cerita Ny. Muryati (86). Nenek dari sepuluh cucu ini sudah enam kali menjalani ibadah puasa di panti. Dia tidak pernah bosan tinggal di panti dan selalu senang jika Ramadan tiba. Namun, tiap Lebaran dia pasti dijemput oleh anaknya untuk merayakannya di Jakarta.
"Keenam anak saya tinggal di Jakarta, jadi kalau Lebaran pasti kumpul di sana. Tetapi, pasti pulang lagi ke panti," ujarnya sambil tertawa.
Menurut Muryati, jika tinggal bersama anak-anaknya dia merasa sudah tua dan sakit-sakitan. Anak-anaknya melarang ini itu dan segala sesuatunya harus diladeni. Padahal Muryati tidak ingin diperlakukan seperti itu.
Kebetahan para penghuni panti ini dibenarkan oleh Wakil Ketua Pengurus Panti Sosial Tresna Wredha Ai Djoewarsa (61). Menurut Ai, kebanyakan dari mereka tinggal di sana sampai tutup usia. Jika Ramadan seperti ini, yang terjadi di panti adalah kegiatan ibadah yang tak pernah putus. Selain itu, tak sedikit juga yang mengadakan bakti sosial dan buka puasa bersama di panti.
"Alhamdulillah kepedulian masyarakat makin meningkat. Penghuni panti merasa bahagia kalau mendapat kunjungan dari anak-anak TK atau SD. Mungkin mereka ingat cucu atau cicitnya. Terkadang sampai ada yang menitikkan air mata kalau dikunjungi anak-anak TK atau SD," tutur Ai.
Ai mengatakan, untuk menu masakan yang disediakan bagi para penghuni panti, disesuaikan dengan kondisi mereka. Biasanya penggunaan gula sedikit dikurangi. Selain itu, sebisa mungkin tidak disajikan makanan yang bercita rasa pedas.
Apa pun yang disediakan di panti, para penghuninya selalu bersyukur atas apa yang mereka terima. Bagi mereka, masih diberi usia panjang oleh Allah merupakan anugerah yang tak ternilai. Tak hanya itu, mereka juga bahagia bisa berkumpul dan berbagi cerita bersama teman sebaya. Seperti kata Ny. Wahyu, "Allah itu Mahasayang pada kumpulan nenek-nenek ini". (Windy Eka Pramudya/"PR")***
Jumat, 05/09/2008 09:10 WIB
'Lebih Kerasa Tunggu Anak Menjenguk dari pada Bedug Magrib'
Andri Haryanto - detikBandung



Bandung - Bagi penghuni Panti Sosial Tresna Wredha (Panti Jompo) menunggu bedug berbuka belumlah seberapa dibanding menanti anak yang selalu mereka cinta untuk datang menjenguk.

Bagi Rogayah (75), tinggal di Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW) Budi Pertiwi merupakan jalan terbaik yang dipilih setelah rumah kontrakan yang berada di kota Bogor dimana ia diami bersama kedua anak kandungnya tergusur.

Baginya, daripada merepotkan kedua anak yang dirinya anggap belum mapan lebih baik tinggal di panti jompo.

"Putri saya yang paling besar suaminya cuma servis tv-radio, yang bungsu tinggal di Bogor kerjanya nyebrangin anak sekolah," ucap Rogaya sambil tertunduk, saat ditemui detikbandung, di PSTW Budi Pertiwi, Jl Sancang no 2, Bandung, Kamis Sore (5/9/2008).

Di panti yang menampung 41 manula ini, semua pelayanannya bisa dikatakan serba gratis. Ini terhitung dari mulai mandi, makan, serta keperluan lain para manula. Alasan tersebut yang menjadikan Rogayah memilih panti jompo sebagai tempat bernaung.

"Makanya, manula yang dititip di sini mayoritas karena permasalahan ekonomi," ujar salah seorang pengelola panti, Asep (29). Walaupun, lanjutnya, ada pula yang menitipkan manula karena faktor lain.

"Faktor yang dimaksud adalah karena ada juga anak yang menitipkan dengan alasan tidak mau ribet ngurus," tutur pria yang mengelola panti yang berdiri dari tahun 1948 ini.

Berbeda kisah dengan Sukanah, perempuan kelahiran 1939 ini ditinggal begitu saja oleh anak bungsu kesayangannya sebatang kara di Majalaya. Si bungsu pergi ke Semarang. Sebelumnya bungsu kesayangannya tersebut beralasan akan membelikan sepatu cucunya. Namun, tidak pernah kembali.

"Tetangga kasihan liht saya, mana kontrakan habis. Terus ditawarin di sini (Budi Pertiwi)," kisah Sukanah yang mengaku memiliki 7 anak serta mengalami gangguan penglihatan di kedua matanya kepada detikbandung.

Tak banyak kegiatan selama bulan Ramadan di panti yang diresmikan presiden pertama Indonesia ini. Berdasarkan pantauan detikbandung, beberapa manula asyik dengan obrolannya seraya menunggu menit berbuka puasa.

"Setiap pagi kita memang ada senam. Tapi kasihan kalau itu dilaksanakan sekarang, takutnya kecapean mereka," tutur Asep.

Namun, tambahnya, untuk pengajian dilakukan setiap sore oleh masing-masing kelompok yang berada di tiap kamar yang dihuni oleh 4-6 manula.

Bagi Rogayah dan Sukanah, menunggu waktu berbuka belumlah seberapa lamanya meskipun usia mengizinkan mereka untuk tidak berpuasa.

"Lebih kerasa nunggu anak datang. Tiap malam terus mikirin kapan anak saya datang ngejenguk, kadang mau nangis juga kalo rindu anak" harap Sukanah.(ahy/ern)
Facebook PSTW BUDI PERTIWI
budi.pertiwi48@yahoo.com - pstwbudipertiwibdg.blogspot.com