Jumat, 05/09/2008 09:10 WIB
'Lebih Kerasa Tunggu Anak Menjenguk dari pada Bedug Magrib'
Andri Haryanto - detikBandung
Bandung - Bagi penghuni Panti Sosial Tresna Wredha (Panti Jompo) menunggu bedug berbuka belumlah seberapa dibanding menanti anak yang selalu mereka cinta untuk datang menjenguk.
Bagi Rogayah (75), tinggal di Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW) Budi Pertiwi merupakan jalan terbaik yang dipilih setelah rumah kontrakan yang berada di kota Bogor dimana ia diami bersama kedua anak kandungnya tergusur.
Baginya, daripada merepotkan kedua anak yang dirinya anggap belum mapan lebih baik tinggal di panti jompo.
"Putri saya yang paling besar suaminya cuma servis tv-radio, yang bungsu tinggal di Bogor kerjanya nyebrangin anak sekolah," ucap Rogaya sambil tertunduk, saat ditemui detikbandung, di PSTW Budi Pertiwi, Jl Sancang no 2, Bandung, Kamis Sore (5/9/2008).
Di panti yang menampung 41 manula ini, semua pelayanannya bisa dikatakan serba gratis. Ini terhitung dari mulai mandi, makan, serta keperluan lain para manula. Alasan tersebut yang menjadikan Rogayah memilih panti jompo sebagai tempat bernaung.
"Makanya, manula yang dititip di sini mayoritas karena permasalahan ekonomi," ujar salah seorang pengelola panti, Asep (29). Walaupun, lanjutnya, ada pula yang menitipkan manula karena faktor lain.
"Faktor yang dimaksud adalah karena ada juga anak yang menitipkan dengan alasan tidak mau ribet ngurus," tutur pria yang mengelola panti yang berdiri dari tahun 1948 ini.
Berbeda kisah dengan Sukanah, perempuan kelahiran 1939 ini ditinggal begitu saja oleh anak bungsu kesayangannya sebatang kara di Majalaya. Si bungsu pergi ke Semarang. Sebelumnya bungsu kesayangannya tersebut beralasan akan membelikan sepatu cucunya. Namun, tidak pernah kembali.
"Tetangga kasihan liht saya, mana kontrakan habis. Terus ditawarin di sini (Budi Pertiwi)," kisah Sukanah yang mengaku memiliki 7 anak serta mengalami gangguan penglihatan di kedua matanya kepada detikbandung.
Tak banyak kegiatan selama bulan Ramadan di panti yang diresmikan presiden pertama Indonesia ini. Berdasarkan pantauan detikbandung, beberapa manula asyik dengan obrolannya seraya menunggu menit berbuka puasa.
"Setiap pagi kita memang ada senam. Tapi kasihan kalau itu dilaksanakan sekarang, takutnya kecapean mereka," tutur Asep.
Namun, tambahnya, untuk pengajian dilakukan setiap sore oleh masing-masing kelompok yang berada di tiap kamar yang dihuni oleh 4-6 manula.
Bagi Rogayah dan Sukanah, menunggu waktu berbuka belumlah seberapa lamanya meskipun usia mengizinkan mereka untuk tidak berpuasa.
"Lebih kerasa nunggu anak datang. Tiap malam terus mikirin kapan anak saya datang ngejenguk, kadang mau nangis juga kalo rindu anak" harap Sukanah.(ahy/ern)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar